Hari itu hari jum'at 22 Februari ketika saya mulai melangkahkan kaki ke gelanggang mahasiswa utara bunderan UGM. Seharusnya saya harus mengikuti kelas terakhir, yaitu Kimia Kuantum jam 3 sore setelah satu hari penuh kuliah, tetapi saya mengalihkan perhatian dari mata kuliah yang dijauhi ini dan bergegas sambil menenteng plastik berisi makanan, mantol, jaket, dan sandal jepit persiapan Laskar BEM KM UGM 2013.
Selama menjalani pendidikan, saya tidak pernah meninggalkan apa yang namanya pelajaran untuk hal lain sepenting apapun itu, tetapi entah mengapa pola pikir ini akhirnya hilang setelah mengetahui bahwa ternyata akademik saya hanyalah mempelajari 1,4 % dari seluruh ilmu yang ada di UGM. Kenapa? UGM memiliki 18 Fakultas dan 1 Sekolah Vokasi, artinya jika saya kuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, maka saya hanya mempelajari (1/19) x 100 %, hasilnya 5, 26 % saja ilmu yang saya dapat. Tetapi ternyata dalam Fakultas MIPA sendiri ada 7 jurusan dan beberapa prodi di dalamnya yang semuanya tidak mungkin saya peroleh begitu saja, belum lagi se-UGM yang memiliki lebih dari 70 jurusan, yang jika dihitung (1/70) x 100 %, hanya 14 % ilmu yang saya dapat selama kuliah di Kampus Biru ini. Sangat sayang jika aku harus lulus dengan ilmu yang sebenarnya sangat kurang untuk menghadapi apa yang namanya kehidupan.
Jika aku harus berbicara tentang alasan, maka alasan di atas bukanlah alasan yang satu-satunya dan yang terpenting, bukan itu. Jika saya ditanya tentang alasan, maka saya akan mengajak anda untuk pergi ke perempatan selokan mataram, atau lampu merah mirota kampus, atau ke malioboro, atau kemana saja yang dapat menimbulkan kesedihan mendalam dalam hatimu. Rasa yang akan menusukmu pasti, turut merasakan beban itu. Ya, apalagi jika bukan kurang beruntungnya saudara kita yang lain.
Bukan tanpa alasan saya ingin bergabung di BEM KM 2013, silahkan jika menganggap saya sok-sok-an, silahkan menganggap saya numpang nama, dan silahkan menganggap saya hanya sekedar mengikuti kemana gerak-gerak itu mengalir, silahkan. Mereka yang di BEM saya yakin memiliki suatu panggilan yang sama, keingintahuan akan disiplin ilmu yang beragam, kepedulian sosial yang tinggi, hati yang memihak kalangan kecil, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakatlah yang membuat mereka dan saya bergabung di BEM. Entah mereka anak pejabat, entah anak seorang pembantu sekalipun bersatu padu memikirkan hal-hal yang tidak semua orang peduli kepada pemikiran itu.
Jika saya ingin, saya bisa menjaga tubuh dan pikiran saya selama kuliah di kampus ini dan membuat prestasi akademik maupun nonakademik saya pinunjul dari yang lain. Jika saya ingin, saya dapat membuat tubuh saya gempal dengan makanan, tetapi tidak, saya sering dikatakan kurus oleh beberapa orang, termasuk ibu dan beberapa tetangga saya yang kaget melihat saya saat pulang kampung. Jika saya ingin, saya dapat tidur 6 jam sesuai anjuran, tetapi tenyata tidak, panggilan memaksa dan memaksa untuk tidak melakukan itu. Saya boleh buta mata terhadap keadaan mereka yang dipinggir jalan, tetapi saya tidak dapat buta hati, itu mengapa saya bergabung di kementrian SosMas BEM KM UGM. Melatih kemampuan bersosialisasi, memikirkan metode dari banyak sudut pandang teman-teman aktivis, dan mengenal mereka lebih awal, sehingga saya tidak gagap pada kesimpulan nanti jika Tuhan mengijinkan saya mengemban apa yang bernama amanah.
Siapa bilang anak MIPA itu kurang sosialistis, tidak, semua orang dapat melakukan itu, saya tahu, dan itu saya, ini saya.
Sekitar pukul 03.45 4 truk beriringan menuju waduk Sermo kulonprogo, bukan dnegan kendaraan yang mewah, bahkan kami harus rela membuat tubuh kami basah dan dingin diterpa hujan dan angin di tengah jalan, tetapi dasar para aktivis buka mengkerut jiwanya, tetapi canda semakin menggelora memperbincangkan segala sesuatu yang dapat diperbincangkan, dan saya memastikan itu bukan hal yang sia-sia, kami berbicara INDONESIA. Ya, INDONESIA, cerewet sana-sini ga karuan, debat, dan lain sebagainya, dan saya pun juga ingin mengutarakan beberapa persepsi bodoh saya.
Entah pukul berapa kami sampai, tetapi kami disambut panasnya tubuh dan menenteng ratusan tasdi atas kelelahan berdiri di jalan, luar biasa masih juga banyak canda tawa.
Hari pertama diadakan kontrak-kontrak Laskar, debat, dan was wes wos lainnya. Malam yang tadinya tenang diganti dengan badai, hujan, angin masuk pendopo, segera kami melakukan perlindungan terhadap diri sendiri dan teman, basah sudah sepatu dan tas di luar pendopo. Karena keadaan sehabis badai, maka wanita diperbolehkan tidur di ruang gedung di utara atas pendopo, tetapi kami laki-laki mendirikan tenda, walau harus di dalam pendopo, karena situasi yang tidak memungkinkan.
Ketika tubuh ini saya bimbing menuju pojok tenda, entah apalagi yang dilakukan teman-teman laskar yang lain setelah mendirikan tenda, sudah tidak terdengar, kelelahan dan peringatan akan agenda esok hari harus dipersiapkan, alam bawah sadar menungguku, membuatku bertanya mimpi apa yang disuguhkan malam ini.
Selasa, 12 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar