Kadang dalam menjalani realita roda-roda, dimana kita bernafas terlalu banyak ironi yang mengundang berbagai pertanyaan dalam hati kita. Sesuatu yang sumbang untuk didengar, mengganjal untuk dilihat, dan tidak enak untuk dirasakan telah banyak mengganggu otak kita yang hanya sebesar dua kepal tangan.
Kadang kita ingin mengkritisi sesuatu hal itu, entah pandangan ini akan menimbulkan kebencian atau malah masa lain yang masuk dalam pendapat kita. Ketika sebuah pendapat kita keluar, seolah mata lain memandang kita sebagai orang yang hanya ingin menilai saja, benar memang untuk menilai, kehidupan adalah untuk menilai diri sendiri dan orang lain sehingga suatu idealitas yang diidam-idamkan itu terwujud. Tetapi kenyataannya memang tidak seperti itu, hak menilai orang lain membuat kita kadang ingin mengorbankan orang lain untuk mencapai kepuasan sendiri. Bukan hal yang munafik, saya juga sadar tidak sadar pasti pernah melakukannya, entah itu dahulu, sekarang atau nanti pasti saya akan melakukannya lagi, tergantung seberapa kuat komitmen saya dalam mencegah hal itu terjadi.
Kadang kita ingin menyatakan pendapat, dan tidak tahu ternyata pendapat kita adalah pendapat paling bodoh ketika kemudian kita menyadari hal tersebut, hingga timbul pertanyaan tentang keangkuhan kita untuk menilai dan menilai terungkap di hadapan diri sendiri. Tetapi itulah jiwa demokrasi yang telah tertanam dalam diri kita sejak lahir, karena memang sewajarnya jika rasa mual itu muncul ketika perut tidak menginginkan sesuatu yang tidak diinginkan masuk ke dalam lambungnya. Walau kita harus berpikir ulang akan menjadi apa pernyataan kita nanti jika sudah didengar pasangan telinga yang lain, dan tidak munafik saya selalu langsung berbicara jika memang itu mengganggu, daripada menjadi api yang semakin besar ketika diperam.
"Cogito Ergo Sum"
Sabtu, 16 Maret 2013
Kamar kost 4:12 am
Tidak ada komentar:
Posting Komentar