Pulang dari kampus (tepatnya dari ujian di kampus :D), saya di antar oleh dia sampai ke gerbang kost, nah ketika sampai di depan gerbang tanpa sengaja saya melihat nenek-nenek tua (mungkin berusia sekitar 70 tahun) menggendong beberapa ikat sapu lidi di pundak beliau yang renta. Saya perhatikan sejenak bagaimana beliau jalan, nenek tersebut tidak melihat saya, karena beliau sibuk melihat jalan di depan kaki beliau (menunduk). Beliau kemudian mampir ke warung depan kost saya (saya pun ke warung tersebut dengan alih-alih ingin membeli sesuatu). Ternyata di warung mbah Ginem (pemilik warung), nenek tersebut ingin menitipkan sapunya agar dijualkan dan dibagi hasil.
Beberapa saat saya memperhatikan (mbah Ginem masih sibuk untuk melayani beliau, jadi saya menunggu), suara beliau hampir-hampir tidak terdengar, cuma beberapa kata: "nitip", "10 ikat", "3000". Saya merasa kasihan kepada nenek tersebut (maklum saya ini melankolis :D), hingga akhirnya saya putuskan untuk memebeli salah satu sapu lidi tersebut, dan saya membeli langsung ke neneknya.
"Setunggal pinten mbah?" (satu berapa mbah?)
"3000 mas" (sangat lirih suaranya).
Mendengar suara beliau, saya agak terharu, dan saya menyodorkan uang 20 ribuan, mbahnya menerima dan mulai mencari-cari uang di dalam setagennya, dan beliau mengeluarkan uang beberapa lembar saja, dan ya ampun ternyata hanya beberapa saja, dan tidak melebihi jumlah uang yang saya kasih. Beliau menghitung agak lama,memilah-milah uang dua ribuan dan lima ribuan yang beliau miliki, hingga akhirnya beliau memberikan kembalian saya.
"Sedasa, gangsal welas, pitulas (sepuluh, limabelas, tujuh belas)".
Saya bergegas meninggalkan tempat tersebut, dan mulai berpikir: nenek ini bekerja jalan kesana-kemari menjajakan sapunya tanpa lelah dan malas, sedangkan saya, seringkali saya bermalas-malasan di depan komputer, online dan lain-lain yang intinya membuang waktu dengan tidak produktif -_-. Betapa berdosanya saya, sampai saat ini pun saya hanya bisa merenung dan belum melakukan apapun, kecuali menulis. Apa yang dapat saya lakukan? Tidak tahu, tetapi saya tidak boleh kalah dengan nenek tersebut :).
Sebenarnya, tidak hanya nenek tersebut yang dijadikan Tuhan untuk mengingatkan saya dengan banyak kejadian-kejadian sehari-hari, dan hanya beberapa peristiwa saja saya menyadari bahwa itu seakan-akan mengingatkan saya akan kemalasan dan kebodohan saya selama ini. Maaf Tuhan, biarlah hamba-Mu ini memulai lagi satu langkah demi satu langkah, sekecil apapun itu, dan dengan kasih karunia-Mu aku yakin semua indah pada waktunya :)
"Cogito Ergo Sum"
Kamar kost 2:08 pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar