Untuk saat ini Indonesia, khususnya di wilayah Jawa diguncangkan dengan meletusnya gunung Kelud. Saya tidak mendengar secara langsung dentuman yang ramai dibicarakan bahwa sampai ke kota Yogyakarta. Akan tetapi saya merasakan dampaknya secara langsung ketika Pukul 3 Pagi hujan abu mulai turun dan menyelubungi rumah dan lingkungan sekitar kost an saya di daerah Jalan Kaliurang. Bahkan ketika subuh speaker masjid desa Barek memberitakan kepada warganya untuk tidak keluar rumah untuk menjaga kesehatan.
Pagi ini tidak ada matahari sama sekali, hanya teran yang menembus debu abu di angkasa yang dapat kami rasakan saat ini di Jogja. Ketika pukul 8.30 saya keluar dari kost untuk mencari makan, seputaran Jalan Kalurang hampir tidak lagi menampakkan jati dirinya sebagai jalan yang beraspal, akan tetapi jalan yang berdebu. Salah satu apotek yang biasanya sepi pengunjung, tiba-tiba saja membeludak antrian untuk membeli masker. Ketika melangkah, saya lengkap dengan masker dan payung, akan tetapi saya tidak memakai kacamata, alhasil mata saya terasa berat dan perih untuk melihat ke depan.
Selain hal di atas, abu yang hebat ini menutupi beberapa lubang yang seharusnya dapat kasat mata, sehingga para pejalan kaki harus berhati-hati dalam melangkahkan kaki. Tidak seperti biasanya yang ramai akan kendaraan bermotor maupun roda empat yang biasanya ramai tiap detiknya, sekarang tinggal satu dua kendaraan roda dua yang saya lihat. Sedangkan untuk kendaraan roda empat mungkin mengalami penurunan, walau tidak signifikan seperti sepeda motor.
Baru saja hujan abu mereda dan menyirami sekitaran kost, ada postingan salah satu teman saya ISB melalui akun Facebooknya:
Gunung Bromo siaga 1 terus Gunung semeru siaga 3
Gunung Kelud baru aja meletus ga tau muntah lagi ga bentar..
wooh..
Gunung Kelud baru aja meletus ga tau muntah lagi ga bentar..
wooh..
Banyak kekhawatiran kami yang di Jogja, dikarenakan kami juga memiliki trauma yang sama tentang Gunung Api, yaitu Gunung Merapi. Walaupun kedahsyatannya tidak saya rasakan secara langsung (kala itu tahun 2010, saya belum tinggal di Jogja), akan tetapi layar kaca mampu membuat saya merasakan kehebatan bencana tahun 2010 lalu.
Setelah Gunung Sinabung yang meletus tiga bulan yang lalu, kini kami yang hidup di antara gunung-gunung aktif harus meningkatkan kewaspadaan kami. Dan saya sempat merasa terharu ketika masyarakat saling membantu satu sama lain untuk mengevakuasi diri dan teman serta kerabat sendiri tanpa ada instruksi dari yang berwenang.
Bukan tidak dan bukan hal lain, semua terjadi atas kehendak-Nya, dan semua terjadi karena suatu alasan yang pasti di hadapan Tuhan :) Semua Tuhan berikan sebagai salah satu ungkapan kekuasaan Tuhan yang saya yakin akan menjadi sebuah siklus yang menguntungkan bagi manusia pada akhirnya. Karena, jika ada insan yang menolak bencana ini, maka apa yang terjadi jika Tuhan menahan untuk beberapa tahun lagi, sehingga sumbatan material dalam gunung semakin besar yang kemudian ketika meletus akan menelan anak cucu kita dengan kerusakan alamnya yang tidak dapat kita bayangkan? Bukankah sudah seharusnya kita mengamini kehendaknya yang kita harus yakini bahwa itu semua terjadi bukan tanpa alasan. Ya, semua memiliki alasan :)
Berikut gambar yang saya ambil dari postingan Facebook teman-teman saya yang mungkin juga mengambil dari koleganya atau dari media sosial. Jadi jika ada yang merasa memiliki gambar ini, saya memohon izin dan memohon maaf karena telah memposting ini :) Saya doakan pengambil gambar diberikan berkat dan kelebihan lain atas keikhlasannya, dan saya berterimakasih karena dengan gambaran tersebut membuka banyak gerbang pengetahuan bagi kami :)
Seputaran 0 Kilometer.
Semoga semua menjadi pembelajaran untuk mendekatkan diri kepada Tuhan :)
"Cogito Ergo Sum"
Kamar Kost, Jum'at 14 Februari 2014
11:53 am
Tidak ada komentar:
Posting Komentar