Pulau Dana adalah pulau paling
selatan Indonesia yang berada di Kabupaten Rote Ndao, Indonesia. Banyak yang
tidak tahu jika Rote adalah nama Kabupaten paling selatan Indonesia, sedangkan
untuk pulau paling selatannya adalah pulau Dana.
Banyak cerita yang saya dapat dari
TNI maupun marinir yang menjaga pulau tersebut, mulai dari cerita biasa sampai
pada cerita mistik. Menurut cerita pulau tersebut adalah milik salah raja dari
salah satu suku yang ada di Pulau Rote.
Di pulau tersebut terdapat hewan
kijang yang keberadaannya di pulau tersebut juga dihubungkan dengan raja dari
salah satu suku di Rote. Konon katanya kijang tersebut merupakan kijang yang
digunakan sebagai mahar pernikahan seorang anak raja. Konon juga jika ada yang
ingin berburu di pulau tersebut tanpa seijin raja tersebut maka tidak aka nada kijang
yang bisa dilihat.
Mengenai fisik pulau sendiri hampir
sebagian besar adalah padang rumput kering seperti savana dan sebagian pulau
sisi utara terdapat hutan dan danau yang kata Bapak TNI berwarna merah. Di
dalam hutan tersebut kijang konon tinggal.
Pulau tersebut terdapat bangunan
tidak lebih dari 10 bangunan: musshola, mess, gudang dan toilet tertata dengan rapi
dan simetri dari satu sudut ke sudut yang lain. Bangunan tersebut berada disisi
selatan yang agak menghadap ke barat, sehingga ketika sore hari kami dapat
memandangi sunset dengan begitu leluasa. Gambaran umum dari Pulau Dana adalah
seperti savana yang ada pada Wildlife NatGeo.
Di Pulau Dana terdapat patung
Jenderal Besar Soedirman yang konon juga menghadap ke Purbalingga tempat
kelahiran beliau. Patung tersebut sangat tinggi dan gagah menoreh langit sore
waktu itu. Momen foto tidak dapat kami lewatkan.
Sebelumnya telah ada mahasiswa
Universitas Indonesia yang ke Pulau Dana membawa anak Rote Selatan untuk
mengadapan upacara 17 Agustus dan menancapkan bendera di pulau tersebut. Tidak
hanya itu, bahkan Trans 7 sempat meliput dan meninggalkan jejak kaki kru Jejak
Petualang.
Ada banyak hal yang saya kagumi dari
pulau kecil ini. Pertama adalah pemandangan pantai yang warna airnya tidak
monoton dan selalu berganti warna tiap jamnya, begitu juga dengan langit yang
selalu berubah warna dan malam yang tidak terkesan gelap oleh bintanng.
Sore
di pulau Dana adalah indah dengan sunset yang menawan. Saya masih ingat
bagaimana kami satu tim berlari kencang dari patung Sang Jenderal menerobos
padang dan jerat tali yang tersebar sepanjang pulau untuk mengejar matahari
yang telah bulat orange namun tidak menyilaukan. Indah dan menawan setiap mata
yang melihat, seperti matahari terasa sangat dekat dengan cakrawala yang dengan
perlahan menenggelamkan bulat emasnya. Bias lurus yang ada di depan mata seolah
seperti bias dalam film anime yang selama KKN tidak bisa saya tonton. Pasir di
Pulau Dana adalah pasir bulat-bulat tanpa cacat yang saya tahu teman-teman akan
sulit mempercayainya, tapi percayalah saya juga tidak percaya ketika melihatnya
pertama kali. Ah sore itu Tuhan Engkau sangat baik pada kami.
Malam
di Pulau Dana adalah terang tanpa bulan tetapi penuh bintang: bintang jatuh,
bintang berjalan dan sabuk milky way yang serong adalah pemandangan indah yang
belum pernah saya temui sebelumnya. Lusi, Yola, Ayu dan ah lupa siapa saja yang
waktu itu ramai membicarakan bintang jatuh.
Malam
di Pulau Dana adalah tentang keakraban dengan para personil TNI yang memberikan
makanan kaleng khas TNI yang rasanya seperti nasi sarden dan nasi goreng. Ah
Bayu dan Ebzan menjadi saksi bahwa saya tidak bisa menghabiskan makanan
tersebut. Iya, kopi yang tumpah dan minuman penghangat lain.
Malam
di Pulau Dana adalah malam dimana Uno adalah permainan yang membuat saya
seperti orang bodoh. Ya, Uno adalah saksi keakraban kami satu tim KKN.
Malam
di Pulau Dana adalah malam dimana Sri, Cintya dan Lusi diserang oleh pasukan
semut yang tidak tahu dari mana datangnya. Ah masih ingin tertawa mengingat
kalian rebut.
Malam
di Pulau Dana adalah malam dimana sleeping bag yang semula hangat menutupi
tubuh tiba-tiba bergeser menutupi badan besar Aga.
Malam di Pulau Dana adalah malam
dimana saya sangat bersyukur kepada Tuhan Yesus atas nikmat yang sejak dulu
saya impikan. Keluar pulau Jawa, membanggakan orang tua, naik pesawat, menulis
cerita dan semuanya. Tuhan begitu baik dengan rancangan dan rencana-Nya.
Malam di Pulau Dana adalah malam
dimana saya lelap dalam mimpi tentang kedua orang tua dan keluarga saya. Tuhan apakah
saya sudah membuat Ibu dan ayah disana bangga? Tuhan masih adakah rencana
lain-Mu untukku? Tuhan, jadilah semua seturut kehendak-Mu. Aku bersyukur.
Pagi di Pulau Dana adalah pagi
dimana kami merasakan hangat matahari terbit dari timur dan memulai aktivitas
narsis kami. Menyusuri sepanjang pantai yang airnya surut dan membuat kapal
menjadi oleng karena tidak terendam air. Banyak Tulisan yang kami buat untuk
orang-orang tercinta kami, entah salam kangen atau ucapan selamat. Saya sendiri
mendedikasikan perjalanan saya di Timur adalah untuk membuat kedua orang tua
saya bangga, ya tidak ada yang lebih penting kecuali orang yang melahirkan,
mendidik dan membesarkan saya. Tidak lupa saya kirim salam kepada Mbah Sakinem
di Semugih, yang selama enam tahun memelihara hidup saya dalam studi.
Keindahan pagi Pulau Dana ingin
sekali saya rekam dengan jelas dan dipotret sebanyak dan se-natural mungkin
waktu itu. Ya, semua demi kenangan kebersamaan bahwa kita telah mencapai pulau
paling selatan Indonesia satu tim.
Siang di Pulau Dana adalah waktu
kami harus melambaikan tangan dan memulai bergelut dengan gelombang laut yang
membuat beberapa dari kami histeris dan down secara fisik dan mungkin mental. Topi
KKN Ayul yang jatuh, kacamata Rico dan banyak hal terjadi selama menyeberang
kembali ke Pulau Rote. Ombak yang lebih tinggi dari kapal menyapa dan seolah
ingin bercengkerama dengan kami. Basah kuyup beberapa di antara kami dibuatnya.
Tetapi lagi, Tuhan hanya memberi isyarat bahwa kita di lautan bukanlah
siapa-siapa dan harus mawas terhadap setiap perbuatan kita yang kadang jumawa
terhadap hal yang sebenarnya adalah kosong.
Momen di Pulau Dana adalah momen
yang tidak akan pernah terlupakan bagi kami, perjalanan pulang ke Rote Timur
membawa kami pulang sangat larut. Di Pelabuhan Pantai Baru kami berhenti untuk
mengambil bahan KKN yang di beli dari Kupang. Mahe, Fandi dan Stefanus,
terimakasih kalian telah mengorbankan liburan untuk belanja di Kupang. Terimakasih.
Ah banyak cerita yang dapat saya tulis
dengan blog jelek ini, saya tidak tahu apakah ada yang membaca, paling tidak
saya dapat memberikan gambaran betapa indahnya Indonesia Timur yang mungkin
belum teman-teman ketahui. Yakin dan percayalah pemandangan sesungguhnya jauh
lebih indah daripada apa yang ada di Televisi J.
“Cogito
Ergo Sum”